Belajar dari Sastra: Memaknai Kehilangan

Ini adalah hal yang aku pelajari dari Sastra, tokoh fiksi dari cerita wattpad karya Tenderlova berjudul Tulisan Sastra. Cerita ini membawa aku untuk merasakan kehilangan yang dalam lalu digandeng untuk belajar merelakan dan mengikhlaskan. Benar-benar seperti disakiti sekaligus healing setelahnya. Terima kasih sudah menceritakan Sastra dan hidupnya dengan indah.

Sebelumnya ada yang mau aku sampaikan. 

Untuk kamu yang berniat baca wattpad Tulisan Sastra, kamu bisa baca langsung di wattpadnya, jadi tulisan ini bisa diskip yah karena mungkin ada beberapa spoiler, karna ini akan membahas tentang hal-hal yang aku maknai dari ceritanya. 

Untuk kamu yang mudah sedih karena kehilangan, aku ingin mengingatkan bahwa cerita Sastra ini mengenai kehilangan, jadi kalau kamu tidak mau bersedih, tidak usah baca yah. Tapi kalau kamu mau belajar dari Sastra, boleh dibaca, aku doakan kamu bisa kuat.

Maaf banget nih kalau tulisannya cringe, atau ada yang mikir, "Yu, ini cuma fiksi, kenapa lo jadi ngerasa ini beneran asli dah?". Iya nih, lucunya aku juga ga ngerti kenapa aku ngerasa kehilangan Sastra ini kayak nyata, aku jadi terlarut di dalamnya. Tapi akhirnya bersyukur karena jadi banyak hal yang bisa diambil hikmahnya.

Ok, here we go guys.


Untuk Andhika Sastra Gauthama, anak keempat Bapak dan Ibu Suyadi, yang bilang bahwa hidup itu perihal menyambut dan kehilangan. 

Sastra, aku ini orang yang suka lelucon, buku bacaanku, tontonanku, sesekali ucapanku, lelucon. Aku suka tertawa. Kamu tahu apa yang aku takuti? Kehilangan. Berbagai macam kehilangan, dari kehilangan orang selama-lamanya sampai kehilangan kecil dari perpisahan di ujung kepengurusan. Tra, percayalah aku bisa dibilang tangguh, tapi dari banyaknya air mata aku yang jatuh, penyebabnya banyak karna hal ini. Tapi kamu datang, dan bilang kalau hidup ini perihal menyambut dan kehilangan. Membaca tulisan tentang hidupmu awalnya aku kira adalah jalan pintas menggali luka dan ketakutan. Tapi aku tetap baca, karena aku percaya kamu tau sesuatu yang aku tidak tau dan bisa membuatku memaknai ceritamu.

Terima kasih sastra, kamu bagikan cerita tentang keluarga kamu. Tentang hebatnya bang Tama, bijaknya Mas Eros, tengilnya mas Jovan, baiknya Adin, dan lucunya kedua adikmu. Aku tau kamu menyayangi keluargamu. Keluargamu indah dan menyenangkan sastra, kamu beruntung. Kamu bagikan juga percakapan dengan bapakmu, yang selalu kamu banggakan. Bapakmu luar biasa mengagumkan, aku setuju.

Aku habiskan banyak waktu untuk menertawai ceritamu, walau sesekali (bohong, berkali-kali!), aku menangis, menangis karena ceritamu begitu indah, nyata, menenangkan. Bahkan aku menangis di ceritamu yang tidak menyedihkan. Tra, aku belajar cara menjadi saudara yang baik karenamu. Juga belajar memperjuangkan cinta seperti kamu dan kasihmu. Kamu hebat, tra. Beribu kali cinta menyakitimu, kamu tetap percaya cinta itu indah dan kamu tetap menomorsatukannya. Kalau kata orang kamu itu budak cinta, bagiku kamu orang paling sukses dalam memaknai cinta.

Aku tahu kamu fiksi. Hah, kamu bahkan tidak nyata. Tapi kamu berhasil membuatku merasa kamu ada, kamu nyata, kamu membuat aku merasakan kehilangan kembali. Lucunya aku berdoa dalam kemustahilan, berharap kamu tidak akan pergi. Berharap ceritamu berakhir tanpa tangis. Aku bahkan berdoa ketika aku tahu doa itu tidak akan terkabul. Karena aku takut kehilangan kamu, seorang Sastra yang menyenangkan, hebat, dan penuh kasih sayang.

Akhirnya kamu benar benar pergi. Kepergianmu membuat aku menangis. Benar benar menangis. Aku menangis di siang hari, sampai ibuku memelukku. Bertanya kenapa lalu menertawakanku. Padahal aku serius, aku serius menangisimu. Malamnya aku kembali menangis tra, menangis kembali. Setelah kamu benar-benar mengucap mantra yang bernama tahlil kata mas Eros. Aku gak sanggup melanjutkan untuk membaca ceritamu malam itu. Karena kehilangan kamu terlalu menyakitkan, entah kenapa, tapi begitu sakit.

Waktu aku mencoba untuk tidur setelah menangis, aku tidak bisa berhenti memikirkan kamu. Bagaimana kamu menyebut mantra itu, kamu yang kesakitan, kamu yang sendirian, kamu yang tersakiti bertahun-tahun, dan paling membuatku sakit, kamu yang baru saja menemukan kebahagiaanmu. Dunia terlalu jahat kupikir, atau mungkin dunia ingin membuat kamu segera pergi sehingga kamu pergi ketika hatimu bahagia dan tidak menemukan kesedihanmu lagi? 

Besoknya, aku tidak membaca ceritamu. Aku pikir aku perlu rehat karena kepergianmu terlalu menyakiti, aku berniat akan melanjutkan ceritamu suatu saat, tidak dalam waktu yang dekat. Percayalah, hari itu aku sangat tangguh karena bisa mengelola pikiranku yang sebenarnya selalu memikirkanmu. Aku cemas dan sedih sebenarnya. Tapi, dunia memintaku untuk tegar. Sehari saja.

Lusa, tepatnya hari ini aku terbangun. Langsung terngiang tentang dirimu. Aku tahu ini tidak beres tra, aku harus menyelesaikan ceritamu. Tidak boleh menunda-nunda, apalagi pergi begitu saja. Aku memberanikan diri, untuk membaca tulisan tentang dirimu selanjutnya. Karena kalau tidak, aku hanya akan menangisi kehilanganmu tanpa memaknainya. Ternyata kamu hadir kembali tra, di mimpi-mimpi, di kenangan-kenangan. Benar katamu tra, manusia punya perasaan agar kita bisa mengingat dengan kesan yang tak habis-habis. Sedih kita harus seperlunya karena ternyata kita TIDAK PERNAH BENAR-BENAR KEHILANGAN, sesuatu itu abadi dalam kenang. 

Ada beberapa katamu yang membuatku membacanya berkali-kali, obat untuk kepergianmu. Aku akan simpan di catatanku agar aku bisa membacanya ketika kehilangan kembali menyapaku.

1. Aku nggak pernah meninggalkanmu, aku hanya pergi mengikuti waktu. Berhenti melangkah di saat waktu yang aku punya juga berhenti.

2. Kematian itu cara berpisah yang paling bijak, karena Tuhan sendiri yang mengatur sampai mana kita bisa berjalan sama-sama.

3. Nggak ada kebahagiaan yang abadi, kesedihan juga begitu.

4. Cepat atau lambat, semuanya pasti akan membaik.

5. Yang pergi biarlah pergi, yang ada haruslah dijaga.

Terima kasih sastra, aku jadi belajar merelakan. Kehilangan ternyata adalah suatu fase dengan urutan yang pasti. Karena benar katamu, hidup ini perihal menyambut dan kehilangan. Kita pasti akan bertemu dengan kehilangan itu. Jadi kita gak perlu terlalu sedih jika menemukan kehilangan-kehilangan lainnya, semuanya akan membaik. Terima kasih telah mengajarkanku untuk memaknai kehilangan, walau kamu harus jadi contohnya. Selamat jalan, sastra! Selamat menikmati waktu berduamu dengan bapak. 


SELESAI! Yes, alhamdulillah ya tra akhirnya aku selesai baca cerita kamu. Padahal kemarin sempet takut kalau akan berhari-hari dihantui kecemasan karena ceritamu. Ternyata, memang harus dihadapi, harus diselesaikan, harus berani agar bisa memaknai. Udah lega banget ini sampai akhirnya bisa nulis ini semua. 

Banyak yang bisa aku pelajari dari Sastra, semoga kamu yang baca juga yah.

Cr: Tenderlova - Tulisan Sastra (Wattpad) 

Komentar